Mana yang lebih berbahaya, lebih beracun?
Mengungkap rindu yang tak seharusnya diungkap,
atau memendam rindu yang tak seharusnya dipendam?
Mana yang lebih berbahaya, lebih beracun?
Mengungkap rindu yang tak seharusnya diungkap,
atau memendam rindu yang tak seharusnya dipendam?
Rasanya sudah lama aku tidak menulis tentang Reva. Coba ingatkan aku “lama” itu berapa lama?
Dulu aku bertanya-tanya, seperti apa rasanya rindu?
Sebenarnya aku tidak suka melihat diriku sendiri menangis.
Ada waktu-waktu tertentu saat kamu mendadak muncul di pikiranku.
Memang kita sudah berpisah, tapi kata siapa aku sudah berhenti memikirkanmu?
“Aku mau confess.”
Ah, apa harus aku mengirim surat padamu?
Hari itu, aku berjalan sendirian; hanya ditemani trotoar, semilir angin yang terkadang lewat, dan lalu-lalang kendaraan bermotor yang dihiasi asap-asap tebal berwarna nyaris hitam.
“Ada apa di pukul sebelas lewat sebelas?”
Penyesalan selalu datang di akhir, begitu kata orang-orang.
Tidak perlu muluk-muluk dengan banyak ini-itu. Yang ingin kukatakan kepadamu hanya satu.
Aku tidak menyangka kamu akan menjelma menjadi seseorang yang sama sekali tidak aku kenali.
Aku berandai-andai.
Suatu sore aku dan kamu duduk di pinggir dermaga.
Dulu, aku hanya perlu bilang “aku kangen” jika perasaan rindu sibuk menggelayut di hati.
Namun sekarang tidak.
Kamu adalah seseorang yang selalu aku lihat
Baik saat aku membuka mata
Setengah membuka mata
Maupun menutup mata
Tapi kini tidak
Kamu bilang saat aku melihat waktu pada jam dan menit yang sama (13:13, 14:14, dan seterusnya), itu artinya ada seseorang yang merindukanku.
Tidak pernah kulihat jam dan menit yang sama setelah hubungan kita berakhir, tidak pernah.
Sampai hari ini, 18:18.
Kamukah itu yang merindukanku?
– revabhipraya
25.10.2017 18.46
Maret
Di sinilah aku dan kamu berubah menjadi kita. Kita kerap menghabiskan waktu bersama, mengurus ini dan itu bersama, hingga akhirnya menyelesaikan sebuah kegiatan bersama.
Ada sebuah kedai es krim yang tidak sengaja kita temukan ketika kita sedang meniti trotoar.